Hardiknas 2020 ; Paradigma Keadilan dalam Proses pembelajaran berbasis online Pelajar Desa
Dokumen Candra
Setiap
tanggal 2 Mei selalu diperingati Hari Pendidikan Nasional, diambil dari tanggal
lahir Menteri Pengajaran Indonesia saat itu Ki Hajar Dewantara.Biasanya Pada
peringatan Hardiknas banyak orang yang merayakannya dengan upacara
bendera.Namun saat ini begitu berbeda perayaannya karena wabah Covid-19.Dalam
Momentum ini saya menuangkan Pikiran lewat tulisan dan tulisan ini bentuk
tanggapan Proses pembelajaran Online dari saya sebagai pelajar Desa,tentunya
hal inipun mewakili rekan-rekan saya lainnya khususnya pelajar yang berada di
pedesaan.
Pendidikan
memang muncul dalam berbagai bentuk dan paham. Menurut Paulo Freire “pendidikan
merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi manusia menjadi manusia
agar terhindar dari berbagai bentuk penindasan, kebodohan sampai kepada
ketertinggalan.” Pada dasarnya pendidikan memang diselenggarakan untuk
membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup.Bebas dari yang namanya
belenggu kebodohan, begitulah muara utama pendidikan semestinya, karena
“kebodohan memenjarakan diri, tak bebas, tak lepas,” demikian menurut
Cendekiawan yang terkenal asal geneva, Prof. Thariq Ramadhan. Sesuai dengan
sifatnya yang tidak pernah berakhir dari sisi proses (never ending process),
pendidikan itu mempunyai banyak hal untuk ditelaah.
Seperti
yang tercantum pada Undang-undang dasar 1945 pasal 31 ayat 2 yang berbunyi
“setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.” Begitu juga dengan Undang-undang nomor 20 tentang
Undang-undang sistem pendidikan nasional (USPN) pasal 46 yang menyatakan bahwa
“pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat.”
Kita
tengah memasuki suatu zaman baru yang ditandai dengan menguatnya paham pasar
bebas, yang dikenal sebagai zaman globalisasi, maka tradisi umat manusia untuk
mempertahankan eksistensi mereka melalui pendidikan mendapat tantangan, karena
pendidikan sedang terancam dengan adanya sebagian manusia yang menyatakan bahwa
dunia pendidikan dapat digunakan untuk mengakumulasi kapital dan mendapat
keuntungan.Kuota internet, HP, laptop dan sinyal yang stabil, hal inilah yang
penting bagi siswa maupun mahasiswa saat ini. Semenjak Indonesia
dinyatakan darurat Covid-19 pada awal bulan Maret lalu, pembelajaran
berbasis online pun diberlakukan untuk semua jenjang pendidikan. Cara ini
merupakan solusi atas libur yang tidak pasti kapan berakhirnya.
Belajar
online memiliki dampak, baik dampak positif maupun negatif. Dampak positifnya
adalah para siswa atau mahasiswa belajar untuk tidak bergantung pada pengajar
sebagai sumber belajar dan juga memanfaatkan teknologi dengan lebih positif dan
bermanfaat. Sedangkan dampak negatifnya adalah kondisi demografi Indonesia
yang tidak merata secara teknologi (internet, android atau laptop). Hal ini
sangat berpengaruh bagi pemerataan pembelajaran.Libur dan belajar online
berlaku bagi seluruh pelajar di Indonesia termasuk pelajar di daerah pedalaman.
Bagi sebagian Pelajar, belajar online merupakan hal yang mudah. Anak-anak yang
hidup di kota dengan fasilitas yang lengkap tidak akan kesulitan menghadapi
situasi seperti saat ini. Lalu bagaimana dengan para Pelajar yang hidup di
desa atau pedalaman dengan fasilitas terbatas? Bagaimana proses belajar mereka
di tengah situasi saat ini?
Bagi
anak-anak dengan kondisi ekonomi keluarga di bawah garis kemiskinan, tuntutan
belajar online sangat berat. Di daerah desa atau pedalaman, koneksi internet
sangat sulit.Kalaupun ada internet, masalah lain adalah tidak semua pelajar
memiliki fasilitas seperti handphone android atau
laptop.
Paradigma
“keadilan sosial” menuntut dijadikannya dasar membangun sistem pendidikan masyarakat luas usaha-usaha secara
preferensial untuk mensubsidi peserta didik yang tertinggal secara ekonomi
sosial. Subsidi tidak setengah-setengah,tapi secara keseluruhan,baik itu kuota
maupun sinyal yang memadai. Maksudnya, agar beban ekonomi sosial tidak menjadi
kendala untuk mengembangkan kepandaian otak dan keluhuran watak.Bagi sebagian
orangtua yang ada di pedesaan, jangankan membeli sebuah android, untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari saja sangat sulit. Belum lagi kuota internet yang juga
membutuhkan biaya tersendiri.
Dan
hal yang perlu dilihat saat ini pun bukan pembelajaran online semana
mestinya,tapi pemberian tugas yang banyak. Hal ini perlu dipertimbangkan dengan segala resiko
yang mungkin timbul.Ada Statment "Kita dapat belajar dari mana saja"
tidak ada yang salah dengan statement ini. Semua orang pun tahu hal itu.
Masalah di sini bukan terletak pada apa yang diperoleh Pelajar tetapi bagaimana
mengevaluasi hasil dari proses pembelajarannya itu.
Mekanisme
yang disebut paradigma “keadilan sosial” adalah “penetasan kemakmuran”. Bentuk
Argumentasi dalam hal ini asal ada pertumbuhan, perataan, atau distribusi
berjalan dengan sendirinya. Pendidikan yang berkeadilan ini akan terlaksana
bilamana kita semua serius mentransformasikan pendidikan menuju ke pendidikan
yang menempatkan manusia sebagai
manusia.
Mengambil
salah satu yang ada pada paradigma keadilan dalam dunia pendidikan, baik dalam
hal subsidi untuk mendukung pembelajaran para pelajar, diharapkan tidak ada
lagi kesan “Susah sinyal di pedesaan,tidak punya kuota karena tidak punya uang”
dan belajar online dapat dijalankan oleh orang berekonomi tinggi dan demografi
yang sudah memadai, tapi semua manusia dapat mendapatkan haknya dalam dunia
pendidikan.
Semoga
pandemi Covid-19 ini segera usai. Karena kalau Pembelajaran online ini bagi
mereka yang mampu melaksanakan pembelajaran online akan terus mengikuti
perkembangan pembelajaran dengan baik. Sedangkan bagi mereka yang tidak mampu,
mereka berharap bisa segera belajar kembali seperti biasa.
Ditulis Oleh :
Candra Alimin (Chend)
Mahasiswa Manajemen Dakwah
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
PERMATA Cab.Bandung